Jumat, 26 November 2010

Mari Kita Mulai!!!

Kamis (25/11), gue pulang sekolah bareng Aufa dan tentunya naik sepeda. Cuacanya mendung-mendung gimanaaaaa gitu. Tapi, sayangnya gak bareng ama Ahong.

Biasalah si Aufa cerita tentang si Piyonk, makluk aneh itu, hahaha. Begitu dekat Deplu, Aufa ngebahas tentang buku Perempuan-perempuan Surga, kalau ga salah ya judulnya itu. Kisahnya tentang seorang perempuan tajir di Batam, dia seorang pengusaha, yang punya rumah besar dan luas tapi tetep ngebeli 5 rumah kanan dan kiri tetangganya. Pas ditanya rahasia biar sukses kayak gimana, si perempuan bilang,"Saya selalu ngasih uang ke pengemis ya minimal 50.000." Katanya sih dia ikhlas banget. Kalaupun tuh pengemis cuma sindikat dengan tenang dia bilang,"Saya sudah menjalankan perintah Allah untuk memberi terhadap sesama, kalaupun yang saya beri itu berbohong, itu urusan dia dengan Allah."

Nah, si Aufa nanya gini sama gue, "Kalau lo jadi dia apa yang bakal lo lakuin?"
Sejurus kemudian gue jawab,

Mungkin gue gak akan melampiaskan semua harta gue untuk bikin rumah pribadi. Dari gue SMP, gue selalu berkhayal bagaimana kalau gue bisa ngebantu anak-anak jalanan. Bikin sebuah panti yang fasilitasnya lengkap biar mereka juga bisa hidup sehat. Di panti ini kita bisa ngajarin mereka berbagai ilmu dan keterampilan. Tapi, gue juga gak akan membiarkan mereka berpangku tangan. Mereka tetep kerja, jadi loper koran, pedagang asongan atau apapun asalkan jangan mengemis.

Boleh kan gue berkhayal? Masalahnya setiap ngeliat anak kecil-terutama cowok- gue selalu mau nangis. Gak bisa nahan. Tapi yang dimaksud anak kecil di sini bukan anak kecil yang jalan di Mall, megang Blackberry, Ipod, PSP.

Nah, gue ada misi nih bareng Aufa. Rencananya sih kita bakalan jalan alias ngajarin anak-anak jalanan sekitar bulan Mei. Tapi berhubung kita belum punya link, maka ada yang bisa bantu kasih link? Atau ada yang gabung ama kita?

Ayo ayo kapan lagi kita begini, mewujudkan harapan bersama. Jangan hanya ngeluh terus ngeliat Indonesia begini. Indonesia gak akan berubah kalau kita gak gerak sebagai anak muda.

Mudah-mudahan khayalan ini gak sekadar artikel. Amiiiiiiiiiiiiiiiin.

Kamis, 25 November 2010

Sesungguhnya Saya Sayang Kalian

Gue gak tahu mau nulis di mana lagi. Gue pengin banget ungkapin unek-unek gue.

Udah 14 tahun lebih kayaknya kita temenan. Mulai kecil main cakar-cakaran sampe yang so sweet sekalipun.
Yang ingin gue tekankan di sini bukan hal yang bagus untuk kalian. Oke, emang gue lebih tua. Emang pikiran gue beda sama kalian. Gue bukan cewek yang bisa diajak jalan terus mau. Gue bukan cewek yang nyalooooooon, bukan, beda deh sama kalian. Dan gue rasa kalian lebih cewek daripada gue. Lebih sering hang-out ke mall daripada gue. Gue terima itu. Gue gak iri. Justru kalo gue begitu gue akan stresssss.

Sekarang gini deh. Berapa sih usia kalian? Rata-rata 16-17 tahun kan?Bukan anak kecil lagi kan?
Maksud gue baik. Gue pengin temen-temen gue ngerasain bagaimana rasanya ikut organisasi, belajar mikir kreatif, gak nge-genk, gak  sok-sokan judes sama remaja lain.

Maksud gue, ayolaaaaah kita tulus untuk ikut pengajian remaja RT. Jangan mikirin berapa banyak uang yang lo keluarin. Kita ambil hikmahnya aja. Dengan ini kita bisa belajar, bisa kenal ama yang lain, gak mandang-gak ngelcehin lo alay lo bukan. Kita masih remaja, jangan terlalu menutup diri gitulah. Siapa tahu di masa datang kalian butuh mereka. Hidup gak ada yang tahu endinngnya kayak gimana. Yaa paling kalo gak happilly ever after ya happily never after.

Maaf kalau gue judes, omongan gue pedes. Tapi, gue pengin temen gue maju. Gak dikatain kekanak-kanakan lagi, yang kalau ngumpul cuma ngomongin film, cowok dan gak tahulah, berbagai topik yang sangat sangat sangat senang jika gue dipersilahkan pergi. Sesungguhnya gue sayang kalian. Sayang sama 14 tahun kebersamaan kita.

Jumat, 19 November 2010

The First Poetry for My Father

Sembilan bulan sepuluh hari aku menunggu
Hingga saatnya tiba, layaklah aku memandangmu
Senyuman mereka belum kucerna
Hingga ku dewasa, aku bisa memandang wajah ibuku
Hanya ibuku
Hanya kasih sayang ibu
Hanya nasihat, omelan dan gertakan dari ibu

Aku tak punya bapak
Aku punya tapi aku tak merasa memiliki?
Aku tak pernah bertemu
Ini bukan perkara haram
Ini bukan masalah jarak sesaat
Bukan pula keluarga
Bukan pertengkaran
Hanya saja,
Kami beda alam

Pak, inikah rasanya jadi adik?
Aku belum pernah melihatmu
Sebelum teriakanku terdengar, kau telah pergi
Jauh tujuh bulan sebelum telingaku mendengar adzan
Pak, pantaskah aku merindukanmu?

Rasanya hati ini bagai teriris
Air mataku tumpah ruah membanjir
Aku tak pernah bersama bapak
Dan rasanya setiap orang menertawakanku
Entah hanya perasaanku atau bukan
Lain lagi saat ada yang memandangku beda
Aku benci pandangan itu
Pandangan kasihan, kesedihan dan kemalangan
Aku benci saat temanku bahagia
Pergi bersama bapaknya
Hanya aku yang tak bisa
Pantaskah aku juga membencimu, Pak?

Aku terkejut saat seorang menitip surat untuk ibu
Ibu minta aku membaca, Pak
Saat usiaku masih sembilan tahun
Kutahu ibu mendapat surat cinta
Bukan darimu, Pak
Dari Pria lain
Aku lelah
Mendengar tetangga berbicara
Saat kutanya ibu tak menjawab
Marah
Pak, apakah kau juga ikut marah?

Aku benci setiap ada yang bertanya
Siapa yang ingin mengaku dirinya yatim?
Apakah ingin mengingat-ingat lagi?
Pak, apakah aku salah?

Aku marah, Pak
Marahku tak bisa kuampuni
Saat aku mendengar bahwa aku beruntung
Aku beruntung masih dibiarkan hidup
Itu ibu, Pak
Sakitkah hati seorang anak mendengar hal ini?
Pantaskah aku depresi?
Pantaskah aku marah padamu dan ibu?

Pak, aku bukan gadis penurut
Aku sering menjawab ibu
Aku sering pulang terlambat
Aku sering malas
Aku sering membuat emosi ibu naik
Kadang aku harus menangis sekeras-kerasnya
Sekencang-kencangnya agar kau mendengar
Meminta perhatianmu untuk menyapaku
Aku membutuhkanmu saat itu
Tapi kau tak pernah muncul
Walau dalam mimpiku
Apakah kau marah padaku?
Apakah kau tak menyenangiku?

Pak, mungkin aku kuraang berbakti
Aku selalu salah
Atau aku merasa aku berlabihan
Atau karena aku tak pernah melihat bapak
Tak pernah mendengar nasihat bapak
Tak pernah menyentuh bapak
Karena itu, aku tak pernah memimpikan bapak?
Hingga dewasa ini?
Atau kau yang tak mengenaliku, Pak?
Yang lain selalu kau rindukan
Mengapa aku tidak?
Apakah aku selalu membuat hatimu geram?


Apakah aku hanya akan hancur dari tebing seperti dimimpiku?
Apakah aku hanya akan tersesat di jalan yang tak pernah ku lewati seperti dimimpiku?
Apakah aku hanya akan hilang di temapat yang tak ku kenali seperti dimimpiku lagi?

Untukmu, Bapak
Mungkin aku hanya bisa meminta maaf
Maaf tulus dari seorang anak terakhirmu
Maafkan anakmu yang belum pernah bertemu denganmu
Maafkan anakmu yang selalu salah pada ibu
Maafkan anakmu yang selalu membuat orang lain kesal

Untukmu bapak
Ridhoi aku menjadi orang benar
Untukmu bapak yang selalu ku sayangi
Sepanjang hidupku