Jumat, 19 November 2010

The First Poetry for My Father

Sembilan bulan sepuluh hari aku menunggu
Hingga saatnya tiba, layaklah aku memandangmu
Senyuman mereka belum kucerna
Hingga ku dewasa, aku bisa memandang wajah ibuku
Hanya ibuku
Hanya kasih sayang ibu
Hanya nasihat, omelan dan gertakan dari ibu

Aku tak punya bapak
Aku punya tapi aku tak merasa memiliki?
Aku tak pernah bertemu
Ini bukan perkara haram
Ini bukan masalah jarak sesaat
Bukan pula keluarga
Bukan pertengkaran
Hanya saja,
Kami beda alam

Pak, inikah rasanya jadi adik?
Aku belum pernah melihatmu
Sebelum teriakanku terdengar, kau telah pergi
Jauh tujuh bulan sebelum telingaku mendengar adzan
Pak, pantaskah aku merindukanmu?

Rasanya hati ini bagai teriris
Air mataku tumpah ruah membanjir
Aku tak pernah bersama bapak
Dan rasanya setiap orang menertawakanku
Entah hanya perasaanku atau bukan
Lain lagi saat ada yang memandangku beda
Aku benci pandangan itu
Pandangan kasihan, kesedihan dan kemalangan
Aku benci saat temanku bahagia
Pergi bersama bapaknya
Hanya aku yang tak bisa
Pantaskah aku juga membencimu, Pak?

Aku terkejut saat seorang menitip surat untuk ibu
Ibu minta aku membaca, Pak
Saat usiaku masih sembilan tahun
Kutahu ibu mendapat surat cinta
Bukan darimu, Pak
Dari Pria lain
Aku lelah
Mendengar tetangga berbicara
Saat kutanya ibu tak menjawab
Marah
Pak, apakah kau juga ikut marah?

Aku benci setiap ada yang bertanya
Siapa yang ingin mengaku dirinya yatim?
Apakah ingin mengingat-ingat lagi?
Pak, apakah aku salah?

Aku marah, Pak
Marahku tak bisa kuampuni
Saat aku mendengar bahwa aku beruntung
Aku beruntung masih dibiarkan hidup
Itu ibu, Pak
Sakitkah hati seorang anak mendengar hal ini?
Pantaskah aku depresi?
Pantaskah aku marah padamu dan ibu?

Pak, aku bukan gadis penurut
Aku sering menjawab ibu
Aku sering pulang terlambat
Aku sering malas
Aku sering membuat emosi ibu naik
Kadang aku harus menangis sekeras-kerasnya
Sekencang-kencangnya agar kau mendengar
Meminta perhatianmu untuk menyapaku
Aku membutuhkanmu saat itu
Tapi kau tak pernah muncul
Walau dalam mimpiku
Apakah kau marah padaku?
Apakah kau tak menyenangiku?

Pak, mungkin aku kuraang berbakti
Aku selalu salah
Atau aku merasa aku berlabihan
Atau karena aku tak pernah melihat bapak
Tak pernah mendengar nasihat bapak
Tak pernah menyentuh bapak
Karena itu, aku tak pernah memimpikan bapak?
Hingga dewasa ini?
Atau kau yang tak mengenaliku, Pak?
Yang lain selalu kau rindukan
Mengapa aku tidak?
Apakah aku selalu membuat hatimu geram?


Apakah aku hanya akan hancur dari tebing seperti dimimpiku?
Apakah aku hanya akan tersesat di jalan yang tak pernah ku lewati seperti dimimpiku?
Apakah aku hanya akan hilang di temapat yang tak ku kenali seperti dimimpiku lagi?

Untukmu, Bapak
Mungkin aku hanya bisa meminta maaf
Maaf tulus dari seorang anak terakhirmu
Maafkan anakmu yang belum pernah bertemu denganmu
Maafkan anakmu yang selalu salah pada ibu
Maafkan anakmu yang selalu membuat orang lain kesal

Untukmu bapak
Ridhoi aku menjadi orang benar
Untukmu bapak yang selalu ku sayangi
Sepanjang hidupku

3 komentar: