Selasa, 18 Januari 2011

ILFIL MAN!!


Ini bukan masalah cinta atau apa. Bukan pula masalah flirting ke sini ke situ. Bukan hasil dengar curhatan orang juga. Bukan. Bukan. Ilfil di sini jauh berbeda dari polemik cinta-cintaan remaja zaman SMA yang aduhai itu(-_-)

Ini tentang agama.

Tentang agama saya.

Lebih tepatnya tentang ketidaksukaan saya.

Bukan berarti saya tidak suka menjalani agama saya yang sekarang, saya suka-semoga selamanya. Suka sekali, titik. Saya cinta sekali, tapi tidak fanatik.

Mungkin bisa dianggap saya tidak suka pada sebagian cara dari segelintir orang dalam menyampaikan. Cara dari segelintir orang, artinya dalam pengertian saling mengingatkan di sini.
     
Mengajak berarti menyadarkan secara baik, bukan berarti memaksa orang dengan tutur kata yang kasar. Menurut saya begitu.
     
Suatu saat saya datang ke acara ceramah menjelang 1 Muharram. Topik utamanya gak lain gak bukan ya tentang anak yatim. Topik yang menurut saya gak bisa diganti dari tahun ke tahun. Sekalipun sudut pandangnya berbeda, ya berbeda sekali. Jadi semakin menjatuhkan. Atau lebih tepatnya menghina.

Kalau gak salah ucapannya begini.
“Anak yatim yang suka diberi santunan itu, entah diapakan uangnya itu. Saya sering lihat mereka yang perempuan selalu duduk di pinggir jalan.  Bla bla bla.”

Lupa beliau ngomong apalagi. Yang jelas bener-bener nusuk hati banget. Nusuuuuk gak bisa lepas sampe sekarang. Penonton atau jamaah yang ada di sana, terutama yang wanita udah gak bisa ngasih wajah segar gembira. Mereka diam. Gak tau mau ngomong apa. Gak berani nyela dan memang tidak boleh menyela dalam aturan.

Beliau bilang kalau kebanyakan anak yatim zaman sekarang beginilah begitulah. Haaaah saya memang dari awal gak suka sama apa yang beliau ucapkan, makanya saya gak terlalu memperhatikan dan berusaha untuk tidak mengingat wajahnya yang saya tatap dengan tatapan sinis. Tersinggung. Oke memang ada yang seperti itu. Tapi bisa bikin persoalan selesai gak? Kok kesannya menjatuhkan banget. Seperti hina di mata orang itu.

Setelah acara selesai langsung pulang. Gak ikut dah tuh acara salam-salaman. Udah sakit hati banget, mungkin juga karena usia gue masih 14 tahun waktu itu. Masih ababil.

Tapi ada satu ceramah lagi yang sebenarnya gak menyinggung, tapi kok terkesan jorok. Begini looh. Ada ustadz yang berceramah mengenai peristiwa yang dialami nabi-nabi saat tanggal 10 Muharram. Beliau bercerita tentang nabi Nuh atau bahtera nabi Nuh.

“Nabi Nuh diejek sama tetangganya karena telah menanam pohon dan menebangnya kembali untuk dijadikan perahu. Pada akhirnya orang-orang yang mengejeknya membuang kotorannya di perahu itu. ***********.”

Tentunya dengan bahasa yang saya sendiri males untuk menyinggungnya. Tidak menyinggung tentang organ tubuh sih, tapi kan ngomonginnya ke ber*k, t*i, J*mban. Tapi banyak banget yang tertawa, ngakak lagi. Aiiiihh males gak sih? Makanan yang udah dihidangkan di depan lo bakalan males dan pengin muntah rasanya.

Saya ilfil. Saya ilfil dengan orang yang berceramah. Saya ilfil dengan orang-orang yang tertawa pada kisah kedua. Tapi saya yakin saya tidak ilfil dengan Tuhan saya, dengan kepercayaan, keyakinan saya. Masih banyak pemberi bantuan moral yang bisa mengucapkan dan menyampaikan dengan kata-kata yang santun seperti pesan yang tersirat bahwa agama kita agama damai.

Jangan sampai satu orang bisa merusak citra seribu orang. Jangan sampai ucapan satu orang bisa merusak agama satu bangsa. Apalagi sebagai seorang penceramah. Humor perlu sih, tapi kan liat kondisi juga dong?

1 komentar:

  1. “Anak yatim yang suka diberi santunan itu, entah diapakan uangnya itu. Saya sering lihat mereka yang perempuan selalu duduk di pinggir jalan. Bla bla bla.”

    Tau tuh.........
    penceramahnya sukhuzonan amat
    emang mungkin benar klo ada beberapa org yg begitu
    tapi khan , Hati orang syapa yg tau, dia make uangnya gmn terserah dia, yg penting khan niat yg ngasih, Husnuzon aja laaaah.......

    BalasHapus